Masjid yang menjadi identitas Kota Medan ini, memang bukan sekedar bangunan
antik bersejarah biasa, tetapi juga menyimpan keunikan tersendiri mulai dari
gaya arsitektur, bentuk bangunan, kubah, menara, pilar utama hingga
ornamen-ornamen kaligrafi yang menghiasi tiap bagian bangunan tua ini. Masjid
ini dirancang dengan perpaduan gaya arsitektur Timur Tengah, India dan Eropa
abad 18. Merupakan salah satu peninggalan Sultan Ma’moen Al Rasyid Perkasa Alam
- penguasa ke 9 Kerajaan Melayu Deli yang berkuasa 1873 - 1924 . Masjid Raya
Al- Mashun sendiri dibangun tahun 1906 diatas lahan seluas 18.000 meter
persegi, dapat menampung sekitar 1.500 jamaah dan digunakan pertama kali pada
hari Jum’at 25 Sya’ban 1329 H ( 10 September 1909).
Peninggalan Sulthan Ma’moen lainnya yang hingga kini masih utuh bahkan menjadi
andalan objek wisata sejarah Medan adalah IstanaMaimoon yang selesai dibangun 26 Agustus 1888 dan mulai dipakai
18 Mei 1891, dan berbagai bangunan tua lainnya seperti residen pejabat
kesulthanan, masjid dan ruang pertemuan yang tersebar di berbagai pelosok bekas
wilayah kesulthanan Melayu Deli kini wilayah Kota Medan, Kota Binjai, Kab.
Langkat dan Kab Deli Serdang.
Masjid Raya Al-Mashun Medan, banyak dikagumi karena bentuknya yang unik tidak
seperti bangunan masjid biasa yang umumnya berbentuk segi empat. Masjid ini,
dirancang berbentuk bundar segi delapan dengan 4 serambi utama - di depan,
belakang, dan samping kiri kanan, yang sekaligus menjadi pintu utama masuk ke
masjid. Antara serambi yang satu dengan lainnya dihubungkan oleh selasar kecil,
sehingga melindungi bangunan/ruang utama dari luar. Di bagian dalam masjid ini,
ditopang oleh 8 buah pilar utama berdiameter 0,60 m yang menjulang tinggi dan
langsung menjadi penyangga kubah utama pada bagian tengah. Sedangkan 4 kubah
lainnya berada di atas ke empat serambi selain ditambah dengan 2 buah menara di
kiri-kanan belakang masjid Kecuali itu, mimbar, keempat pintu utama dan 8 buah
jendela serambi terbuat dari ukiran kayu jenis merbau bergaya seni tinggi -
terbukti hingga kini masih tetap utuh. Belum lagi dengan ukiran dan hiasan
ornamen khas Melayu Deli pada setiap sudut bangunan, yang serta merta
melahirkan nilai-nilai sakral religius yang teramat dalam bagi tiap orang yang
memasukinya.
Pada bulan Ramadhan seperti saat ini, suasana di Masjid Raya ini menjadi jauh
lebih semarak dibanding hari-hari biasa. Kegiatan ibadah tidak hanya
berlangsung siang hari, melainkan juga malam hari hingga menjelang waktu sahur.
Hanya saja kalau siang disisi dengan kegiatan muzakarah, diskusi tentang hukum
sya’ri Islam, ceramah Ramadhan, dan berbagai kegiatan pengkajian Islam lainnya.
Sedangkan, malam hari kegiatannya berupa shalat Tarawih dan Tadarrus Al-Qur’an
hingga larut malam malah sampai dini hari saat sahur tiba. Kecuali itu, untuk
menghidupkan suasana di komplek masjid, pengurus juga menyiapkan makanan bukaan
setiap sore dengan bahan dari sumbangan para dermawan dan masyarakat sekitar
masjid. Makanan berbuka yang disiapkan hingga 300 - 500 orang tersebut khusus
bagi anak-anak yatim, gelandangan, dan kaum musafir yang jauh dari rumahnya
saat waktu berbuka tiba.
Tidak ada komentar:
Write komentar